Pelecehan Seksual Santri di Jakarta Timur: Mengapa Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama Terus Terjadi?

    Pelecehan Seksual Santri di Jakarta Timur:  Mengapa Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama Terus Terjadi?
    Ilustrasi kekerasan seksual pada laki-laki.

    JAKARTA, Polisi dari Polsek Duren Sawit dan Polres Metro Jakarta Timur menangkap KH, pemilik sebuah lembaga pendidikan keagamaan pada Rabu (16/1/2025) , setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tujuh santrinya. Kejadian ini dilaporkan oleh warga setelah para korban berani mengungkapkan peristiwa, yang diduga terjadi selama beberapa tahun itu.

    Menurut saksi mata Rudi, warga setempat yang juga teman dekat pelaku, tindakan tersebut mengejutkan karena KH dikenal baik oleh masyarakat sekitar. 

    "Enggak nyangka bahwa perilakunya seperti itu, " ujar Rudi, yang menambahkan bahwa korban mayoritas berasal dari Bekasi dan daerah lain.

    Salah satu santri berinisial B (14) juga mengaku terkejut dengan kejadian tersebut, meskipun selama ini aktivitas di pesantren berjalan normal. 

    "Saya juga enggak nyangka. Bingung saya, " ujarnya.

    Polisi kini memeriksa tujuh korban di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA Polres Metro Jakarta Timur untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

    Mengapa Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan Terus Berulang?

    Kasus pelecehan seksual di Jakarta Timur ini, mengungkapkan sisi gelap yang masih menghantui lembaga pendidikan agama di Indonesia. 

    Pada awal tahun 2025, Komnas Perlindungan Anak atau Komnas PA menerima laporan tentang empat kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, salah satunya di pesantren di Jakarta Timur. 

    Menurut Dewan Pengurus Pusat Komnas PA, Lia Latifah, fenomena ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya keseriusan dari pemerintah dan instansi terkait seperti Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan. 

    “Pendidikan harus melibatkan pengawasan yang ketat, termasuk memastikan latar belakang pendidik dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pesantren, ” ujar Lia.

    Kepada korban, Komnas PA mendesak agar mereka mendapatkan pendampingan psikologis.

    "Juga harus ada pendampingan hukum yang berkelanjutan, " kata Lia menambahkan. 

    Dihubungi melalui telepon secara terpisah, Komisioner KPAI, Aries Adi Leksono, menekankan pentingnya tindakan tegas untuk mencegah kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama.

    "Kekerasan seksual di pesantren harus mendapat perhatian serius, termasuk peran Kementerian Agama dan lembaga pengawasan lainnya, " ucapnya.

    Mengapa kasus ini terus terulang? Aries mengungkapkan bahwa dalam banyak kasus, pelaku adalah orang terdekat yang memiliki kekuasaan, seperti pemilik atau pengasuh pesantren, yang seringkali menyalahgunakan posisi mereka. 

    "Penting untuk memastikan adanya pengawasan yang transparan dan komunikasi yang intens antara orang tua, santri, dan pengelola pesantren, " kata Aries.

    Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat, KPAI berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

    Sebagai langkah preventif, baik Komnas PA maupun KPAI sepakat bahwa reformasi di dunia pendidikan agama sangat diperlukan. Penguatan sistem perlindungan anak dan penerapan regulasi yang lebih tegas terhadap lembaga pendidikan agama menjadi kunci untuk menghentikan siklus kekerasan ini.

    "Pemilik pondok pesantren yang tidak mampu mengelola lembaganya dengan baik, harus siap menerima konsekuensi hukum yang berlaku, " ucap Lia. (hy/bp)

    jakarta
    Heriyoko

    Heriyoko

    Artikel Sebelumnya

    Belum diketahui pasti penyebab kebakaran...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Pelecehan Seksual Santri di Jakarta Timur:  Mengapa Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama Terus Terjadi?
    Belum diketahui pasti penyebab kebakaran Glodok Plaza.
    Waketum KNPI Saiful Chaniago: Menteri HAM Natalius Pigai Tidak Patut Berpacaran
    Petugas Damkar Evakuasi 9 Orang Terjebak Kebakaran Glodok Plaza

    Ikuti Kami